Oleh: Gbl. Maxie M. Rumagit, MA
Wakan adalan sebuah desa kecil di Minahasa, Sulawesi Utara. Dari banyak informasi yang dapat digali tentang desa Wakan, barangkali istilah "Wale Pinaesaan E Wakan" inilah yang paling menarik untuk disimak. Terlebih di era globalisasi sekarang ini, yang walaupun di satu sisi merupakan era yang sarat dengan beragam kemajuan science dan tehnologi, tetapi juga di sisi lain egoisme pertentangan individu dan kelompok semakin tajam di antara sesama dan latar belakang kelompok manusia. Itulah sebabnya, istilah "Wale Pinaesaan E Wakan", yang berarti Rumah Persatuan penduduk Desa Wakan, itu merupakan isu tempo doeloe yang menjadi amat penting untuk disimak dan dan digumuli lebih serius lagi pada dewasa ini.
Istilah "Wale Pinaesaan E Wakan" itu, sejatinya telah menjadi nama dari satu-satunya bangunan gedung gereja yang berdiri megah di desa ini. Filosofi yang terkandung dalam istilah tersebut, menunjukkan bahwa siapapun yang menjadi penduduk desa Wakan, sekalipun berbeda latar belakang satu dengan yang lain, mereka sepakat untuk saling menghormati dan saling membantu untuk kemajuan bersama, dan bahwa gedung gereja itu menjadi simbol persatuan tersebut. Di sini menegaskan, bahwa penduduk desa Wakan bukan hanya soal status iman mereka adalah pengikut Kristus (Kristen), tetapi orang-orang Wakan juga berupaya untuk mengaktualisasikan kepengiringan mereka kepada Kristus dengan membangun persekutuan dan persaudaraan yang rukun di antara mereka.
Menyimak dengan baik apa yang menjadi ajaran Kristus, ternyata telah membawa masyarakat desa wakan kepada subuah nilai yang paling mendasar dalam menjalani hidup sebagai ciptaan Allah di antara sesama. Di desa Wakan, sebagaimana masyakakat minahasa pada umumnya, tidaklah mengenal sistim strata atau kelas bagi warga masyarakatnya. Sesuai dengan ajaran iman Kristen, semua manusia adalah sama di mata Tuhan Allah, yang telah menciptakan mereka menurut citra Allah sendiri. Tetapi, di balik itu, bahwa semua manusia itu jugalah yang telah sama-sama jatuh terjerembab tak berdaya dalam dosa dan ikatan kuasa maut. Dan oleh karena itu, mereka juga sama-sama memerlukan anugerah pengampunan, melalui penebusan dosa sebagaimana hal itu telah dikerjakan oleh Yesus Kristus bagi semua orang. Yesus telah mati di kayu salib di Golgota, untuk menggatikan penghukuman yang seharusnya kita jalani. Ia telah mengambil bagi diri-Nya penghukuman itu, melalui kematian-Nya itu, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan atau terhindar dari penghukuman kekal. Kuasa Kebangkitan Kristus dari antara orang mati adalah jaminan bagi keselamatan itu.
Kesadaran masyarakat Wakan ini, terus tumbuh dengan subur, sehingga menjadi kekuatan pertahanan yang ampuh dalam menghadapi ancaman perpecahan. Dan itu telah terbukti, bahwa persaudaraan dan persatuan sejati masyarakat Wakan, yang disimbolkan dengan nama yang terpampang di gedung gereja itu, telah menorehkan goresan penting dalam sejarah kemanusiaan dan perjuangan Kebangsaan bagi Kemerdekaan Indonesia. Di tahun 1933, tepatnya tanggal 29 Oktober, masyarakat Wakan melalui B.W. Lapian, memproklamirkan gereja merdeka, lepas dari Indische Kerk (gereja negara), yang menjadi kaki tangan Kolonialisme, Belanda. Di tanggal 29 Oktober 1933 itu jugalah, lahirlah sebuah gereja Nasional yang bernama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM). B.W. Lapian, yang memimpin dikumandangkannya gereja Nasional di Wakan ini, adalah seorang Nasionalis sejati, pejuang bangsa, yang rela mengorbankan kesenangan dan kenyamanan hidup pribadinya bagi kepentingan banyak orang. Sikap beliau ini ternyata dengan mudah berintegrasi dengan semangat persatuan dan kepedulian akan sesama yang memang tumbuh subur di masyarakat desa Wakan saat itu.
"Wale Pinaesaan E Wakan", terbukti menjadi spirit dan motivasi lahirnya sebuah karya iman dalam kepentingan sesama dan perjuangan Kebangsaan di negeri Pancasila ini. Orang Wakan, patut berbangga dengan prestasi mulia ini. Namun yang terpenting adalah bagaimana spirit dari filosofi "Wale Pinaesaan E Wakan" itu terus dijaga dan dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat di desa Wakan dan dalam kehadiran orang-orang dari Wakan di negeri perantauan. Demikian juga, kiranya orang-orang Wakan boleh berharap agar semangat "Wale Pinaesaan E Wakan" ini, menjadi semangat bagi masyarakat banyak, bagi Indonesia, terutama dalam terus menjaga dan memelihara Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang keberadaannya sekarang ini sedang terancam bubar. Tuhan Yesus berkata: "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Matius 5:9).
Jayalah terus desa Wakan, jayalah terus dalam beribadah kepada Kristus sebagai sumber persatuan dan damai, jayalah terus Indonesia. Terpujilah Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat.
Wakan adalan sebuah desa kecil di Minahasa, Sulawesi Utara. Dari banyak informasi yang dapat digali tentang desa Wakan, barangkali istilah "Wale Pinaesaan E Wakan" inilah yang paling menarik untuk disimak. Terlebih di era globalisasi sekarang ini, yang walaupun di satu sisi merupakan era yang sarat dengan beragam kemajuan science dan tehnologi, tetapi juga di sisi lain egoisme pertentangan individu dan kelompok semakin tajam di antara sesama dan latar belakang kelompok manusia. Itulah sebabnya, istilah "Wale Pinaesaan E Wakan", yang berarti Rumah Persatuan penduduk Desa Wakan, itu merupakan isu tempo doeloe yang menjadi amat penting untuk disimak dan dan digumuli lebih serius lagi pada dewasa ini.
Istilah "Wale Pinaesaan E Wakan" itu, sejatinya telah menjadi nama dari satu-satunya bangunan gedung gereja yang berdiri megah di desa ini. Filosofi yang terkandung dalam istilah tersebut, menunjukkan bahwa siapapun yang menjadi penduduk desa Wakan, sekalipun berbeda latar belakang satu dengan yang lain, mereka sepakat untuk saling menghormati dan saling membantu untuk kemajuan bersama, dan bahwa gedung gereja itu menjadi simbol persatuan tersebut. Di sini menegaskan, bahwa penduduk desa Wakan bukan hanya soal status iman mereka adalah pengikut Kristus (Kristen), tetapi orang-orang Wakan juga berupaya untuk mengaktualisasikan kepengiringan mereka kepada Kristus dengan membangun persekutuan dan persaudaraan yang rukun di antara mereka.
Menyimak dengan baik apa yang menjadi ajaran Kristus, ternyata telah membawa masyarakat desa wakan kepada subuah nilai yang paling mendasar dalam menjalani hidup sebagai ciptaan Allah di antara sesama. Di desa Wakan, sebagaimana masyakakat minahasa pada umumnya, tidaklah mengenal sistim strata atau kelas bagi warga masyarakatnya. Sesuai dengan ajaran iman Kristen, semua manusia adalah sama di mata Tuhan Allah, yang telah menciptakan mereka menurut citra Allah sendiri. Tetapi, di balik itu, bahwa semua manusia itu jugalah yang telah sama-sama jatuh terjerembab tak berdaya dalam dosa dan ikatan kuasa maut. Dan oleh karena itu, mereka juga sama-sama memerlukan anugerah pengampunan, melalui penebusan dosa sebagaimana hal itu telah dikerjakan oleh Yesus Kristus bagi semua orang. Yesus telah mati di kayu salib di Golgota, untuk menggatikan penghukuman yang seharusnya kita jalani. Ia telah mengambil bagi diri-Nya penghukuman itu, melalui kematian-Nya itu, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan atau terhindar dari penghukuman kekal. Kuasa Kebangkitan Kristus dari antara orang mati adalah jaminan bagi keselamatan itu.
Kesadaran masyarakat Wakan ini, terus tumbuh dengan subur, sehingga menjadi kekuatan pertahanan yang ampuh dalam menghadapi ancaman perpecahan. Dan itu telah terbukti, bahwa persaudaraan dan persatuan sejati masyarakat Wakan, yang disimbolkan dengan nama yang terpampang di gedung gereja itu, telah menorehkan goresan penting dalam sejarah kemanusiaan dan perjuangan Kebangsaan bagi Kemerdekaan Indonesia. Di tahun 1933, tepatnya tanggal 29 Oktober, masyarakat Wakan melalui B.W. Lapian, memproklamirkan gereja merdeka, lepas dari Indische Kerk (gereja negara), yang menjadi kaki tangan Kolonialisme, Belanda. Di tanggal 29 Oktober 1933 itu jugalah, lahirlah sebuah gereja Nasional yang bernama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM). B.W. Lapian, yang memimpin dikumandangkannya gereja Nasional di Wakan ini, adalah seorang Nasionalis sejati, pejuang bangsa, yang rela mengorbankan kesenangan dan kenyamanan hidup pribadinya bagi kepentingan banyak orang. Sikap beliau ini ternyata dengan mudah berintegrasi dengan semangat persatuan dan kepedulian akan sesama yang memang tumbuh subur di masyarakat desa Wakan saat itu.
"Wale Pinaesaan E Wakan", terbukti menjadi spirit dan motivasi lahirnya sebuah karya iman dalam kepentingan sesama dan perjuangan Kebangsaan di negeri Pancasila ini. Orang Wakan, patut berbangga dengan prestasi mulia ini. Namun yang terpenting adalah bagaimana spirit dari filosofi "Wale Pinaesaan E Wakan" itu terus dijaga dan dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat di desa Wakan dan dalam kehadiran orang-orang dari Wakan di negeri perantauan. Demikian juga, kiranya orang-orang Wakan boleh berharap agar semangat "Wale Pinaesaan E Wakan" ini, menjadi semangat bagi masyarakat banyak, bagi Indonesia, terutama dalam terus menjaga dan memelihara Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang keberadaannya sekarang ini sedang terancam bubar. Tuhan Yesus berkata: "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Matius 5:9).
Jayalah terus desa Wakan, jayalah terus dalam beribadah kepada Kristus sebagai sumber persatuan dan damai, jayalah terus Indonesia. Terpujilah Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang Pasti membangun, memotivasi,dll